Ko-fi donationsBelikan Saya Kopi

Monday, 1 June 2009

Skripsi

Barusan upload skripsi bahasa Indonesia. Ini Previewnya:

BAB I

PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

Bahasa adalah bagian yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa memungkinkan manusia untuk menuangkan segala perasaan batin, pikiran, gagasan, pengalaman, keinginan dan harapan. Tanpa bahasa manusia akan mengalami kesulitan dalam berhubungan satu dengan yang lain. Lewat bahasa pula orang dapat mewariskan pengetahuan dan pengalaman. Dengan demikian, kehadiran bahasa mutlak diperlukan oleh manusia.

Keraf (1980:3) menyatakan bahwa bahasa mempunyai empat macam fungsi, yaitu: (1) sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri; (2) sebagai alat komunikasi; (3) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa sesuai dengan fungsinya, khususnya di Indonesia yang menggunakan bahasa resmi bahasa Indonesia, maka perlu adanya suatu pengajaran bahasa Indonesia. Pengajaran bahasa ini mencakup pula pengajaran kalimat. Kalimat adalah titik sentral bahasa. Begitu menonjolnya peranan kalimat dalam bahasa, sehingga pada awal abad 20, Breal (dalam Samsuri, 1985:48) mengemukakan prinsip pengajaran bahasa Indonesia yang intinya adalah pengajaran bahasa hendaknya dimulai dengan mengajarkan struktur kalimat, bukan daftar kata atau kaidah grammatikal.

Analisis bahasa termasuk analisis kalimat adalah menganalisis dengan mangaitkan kategori sintaksis dan fungsi sintaksis, sudah dimulai pada masa Plato (429-374 SM). Pandangan Plato ini menjadi peletak dasar pola berpikir para tata bahasawan tradisional dan teori-teori yang muncul sesudahnya. Jika analisis dipandang dari unsur fungsi kalimat merupakan perwujudan dari tata bahasa tradisional, tetapi tidak dapat diingkari istilah-istilah subyek, predikat, obyek, dan keterangan masih digunakan oleh tata bahasa sesudahnya (Purwo, 198:2).

Pengajaran bahasa Indonesia berdasarkan teori linguistik, bahwa dalam pengajaran materi harus lebih menitikberatkan pada masalah kalimat dan pemakaiannya. Tujuan primer pengajaran bahasa Indonesia harus diletakkan pada keterampilan menggunakan kalimat secara efektif.

Agar target yang direncanakan tercapai, maka kurikulum 2004 disempurnakan menjadi GBPP bahasa dan sastra 2004. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan komunikatif, yaitu pendekatan yang berorientasi pada pengajaran bahasa yang didasarkan atas keterampilan menggunakan bahasa untuk maksud komunikasi. Adapun tujuan pendekatan komunikatif yang diharapkan, yaitu membimbing siswa ; (1) memiliki pengetahuan shahih tentang bahasa Indonesia; (2) terampil menggunakan bahasa Indonesia, baik untuk bertukar pikiran maupun untuk memahami tutur yang berwadahkan bahasa Indonesia; (3) memiliki sikap mental positif (hormat, bangga, setia dan prihatin) terhadap bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia memiliki konsistensi atau kesenjangan dan kadar kerapihan yang menonjol dalam pola urutan konstruksi, baik dalam tatanan klausa, frasa maupun tataran morfofonemik. Kiranya pengajaran kalimat dengan menggunakan unsur fungsi dapat membantu siswa untuk menciptakan kalimat yang memiliki urutan logis.

Berdasarkan pemikiran di atas, perlu kiranya diadakan pembinaan dan peningkatan dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia. Untuk melaksanakan hal tersebut, mutlak diperlukan sarana yang relevan. Penelitian tentang kemampuan menganalisis unsur fungsi kalimat bahasa Indonesia siswa kelas XI MA Al-Khoiriyah Mantup tahun pengajaran 2008/2009 merupakan suatu usaha untuk memenuhi keinginan di atas, yakni pembinaan dan peningkatan mutu proses belajar mengajar bahasa Indonesia.

Pemilihan masalah dalam penelitian ini didasari suatu alasan bahwa dengan kemampuan menganalisis unsur fungsi kalimat tunggal dan kalimat majemuk bahasa Indonesia akan membantu siswa untuk mengetahui bagaimana membentuk suatu kalimat dan mengetahui apa saja unsur pembentuknya. Hal ini penting bagi siswa agar terlatih menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan meupun tulisan. Memang kemampuan menganalisis unsur fungsi kalimat tunggal dan kalimat majemuk akan membantu siswa dalam penyempurnaan keterampilan berbahasa Indonesia.

Hasil penelitian ini kiranya dapat bermanfaat bagi guru dan bagi peneliti karena dapat mengetahui kelemahan-kelemahan dalam menganalisis unsur fungsi kalimat dan dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu pengajaran bahasa Indonesia umumnya dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan menganalisis unsur fungsi kalimat bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, dapat bermanfaat bagi siswa karena dapat memberikan umpan balik uintuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dalam mereka menganalisis unsur fungsi kalimat bahasa Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan dan perbaikan bagi pengajaran bahasa Indonesia di tingkat SMA/SMK/MA.

Masalah yang berkaitan dengan penelitian ini sebenarnya sudah pernah ada. Penelitian tersebut adalah (1) Kemampuan Menganalisis Unsur Fungsi Kalimat dalam Kalimat Bahasa Indonesia Mahasiswa Program Diploma 3 Angkatan Tahun 1985/1986 Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FPBS IKIP Malang Tahun Akademik 1986/1987 oleh Imam Wahyudi, 1988; (2) Korelasi antara Kemampuan Memahami Unsur Fungsi dan Kemampuan Menyusun Kalimat Majemuk Mahasiswa S1 Angakatan Tahun 1987/1988 oleh Venus Yuliana. Penelitian pertama bersifat deskriptif variabel, yaitu kemampuan menyusun kalimat efektif dan kemampuan menganalisis unsur fungsi. Adapun penelitian yang kedua bersifat mendeskripsikan hubungan dua variabel, yaitu kemampuan menyusun kalimat efektif dan kemampuan menyusun kalimat majemuk. Sementara itu, penelitan ini berusaha mendeskripsikan kemampuan menganalisis unsur fungsi kalimat tunggal dan kalimat majemuk siswa kelas XI MA Al-Khoiriyah Mantup tahun pelajaran 2008/2009.

Harapan peneliti semoga hasil penelitian ini dapat memperkuat dan mendukung penelitian sebelumnya dan dapat meningkatkan pengetahuan bahasa Indonesia bagi pembaca dan peminat bahasa sebaga bahan untuk menambah bekal pwngwtahuan dan pengalaman.selain itu, diharapkan pula bahwa penelitian ini bisa digunakan sebagai salah satu cara untuk membina dan mengambangkan bahasa dan sastra Indonesia. Pembinaan dan pengembangan mutlak diperlukan sebab hal tersebut dapat meningkatkan mutu dan kelengkapan bahasa yang bersangkutan sehingga bahasa tersebut dapat dipergunakan dengan efektif sesuai dengan kedudukan dan fungsinya di dalam masyarakat pemakainya.



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI



2.1. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini, akan dipaparkan masalah yang dapat menunjang dan menambah wawasan peneliti. Seperti buku-buku yang terbit sebelumnya oleh peneliti akan dikupas serta dipahami. Masalah tata bahasa tradisional akan sedikit dikupas tentang pendapat Verhaar (1987: 7-13) yang mengemukakan bahwa pada dasarnya banyak yang berpendapat bila filsafat banyak yang berperan pada tata bahasa tradisional, seperti hasil karya berikut ini. Dua buku karya Chomsky sebagai tokoh General Transformation tergolong bercorak filsafat. Kedua buku itu adalah Certosion Linguistic dan Language and Mind. Begitu juga Bloomfield yang strukturalis ala Amerika mengakui keterlibatan makna.

Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa tata bahasa tradisional merupakan awal dari adanya istilah analisis. Agar istilah analisis dalam penelitian ini jelas, maka perlu dipaparkan masalah-masalah untuk dijelaskan dalam tinjauan pustaka.

Dalam tinjauan pustaka akan dipaparkan beberapa masalah yang berkaitan dengan judul skripsi. Masalah-masalah tersebut antara lain:

1) kalimat bahasa Indonesia,

2) kemampuan analisis,

3) unsur fungsi kalimat,

4) siswa kelas XI MA Al-Khoiriyah Mantup,

5) kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

Aspek-aspek linguistik dalam pembahasan ini diharapkan dapat memperluas wawasan yang berkenaan dengan penelitian.









Buat yang lagi nyari-nyari, boleh didownload di link berikut:

http://ul.to/pvrb8n

atau

http://ul.to/pvrb8n/skripsi_Han_Jie_En.rar
Aku pernah nih upload music. Ni music editanku ndiri, loooh!
Bisa didownload di link berikut. Kasih comment dunk, baik buat postingnya, juga buat musiknya.




http://ul.to/sdrx6z/DJ_Eric_NRG_Cut_&_Edited_by_DJ_Landax.mp3

[ M O N O L O G ]

Ku berjalan pada Mu
Kau berlari menyambutku
Kupancangkan tonggak Mu
Kau susun istana untukku

Tiada laku hidupku
Setimbang balas akan nikmat Mu
Padaku limpahan kasih Mu
Pada Mu lupaan syukurku

Terpaku dalam semu
Menatap lahat sendiri
Saat jasad membujur kaku
Takkan guna sesal, PASTI!

Berlari aku ke malam gelap
Mundur Kau tiada walau setapak
Raih diriku dalam dekap
Rindukan Mu dalam sedu berisak




Mantup, 10 Juli 2002
(revisi; 06 Desember 2005)


Al-Neza

[ADE’]

[BULAN SABIT TANGGAL SATU]
[TELAH TERBENAM EMPAT JAM YANG LALU]
[GELISAH TIADA TENTU]
[BERGELUT HATI DENGAN RINDU]

[PENAT MATA TAK JUA TERPEJAM]
[TANPA AMPUN REMUKKAN BADAN]
[RINDUKAH PULA YANG BEGINI KEJAM]
[RAUTMU LEKAT DALAM BAYANGAN]

Al-Neza

PADA INSOMNIA

MALAM ITU,…
SAAT INSOMNIAKU TENGAH MENGGEBU
BUAT AKU HANYUT DALAM ANGANKU
YANG SEMAKIN TAK MENENTU

TANYAKU PADA INSOMNIAKU
MENGAPA IA SELALU MENGGANGGU

INGINKU MIMPI TANPA KAMU
INGINKU KENANGAN TIADA KISAHMU
INGINKU PANDANGAN BUKAN BAYANGMU
INGINKU NYATA BUKAN SEMU

INSOMNIAKU TERUS BERPACU…
INSOMNIAKU TERUS MELAJU…
DAN WAKTUPUN BERLALU…

PASRAHKU PADA INSOMNIAKU
HANYUTKU DALAM ANGANKU
MIMPIKU AKAN KAMU
KENANGKU TENTANG KISAHMU
PANDANGKU ADALAH BAYANGMU
NYATAKU YANG SEMU

TANYAKU PADA INSOMNIAKU,
MENGAPAKAH AKU HARUS KAU CUMBU


AL-NEZA

MENDEM (ODE UNTUK LINTANG)

SEMALAM AKU MINUM ENTAH BERAPA
BAWA KEPALA TERBANG SAMPAI NERAKA
HILANG SEMUA SADARKU
MUNTAHKAN SEMUA GUNDAH AKAN KAMU

SEBATANG ROKOK KASIH SETIA
KUSULUT DAN KUHISAP SEDALAM-DALAMNYA
SEGALA GELISAH MELEDAK DI DADA
ADAKAH KAU TULUS DALAM ASA

DENGAN CANTIKMU YANG MEMPESONA
BUATKU RAGU DALAM TANYA
DENGAN BODOHKU DALAM PERMAINAN RASA
HANYUTKANKU DALAM TIPU DAYA

SADAR MATAKU BUKAN OTAKKU
GONTAI LANGKAHKU PADA HIDUPKU
TERIAKKU HANYALAH HENING
SUMBAT UMPATKU SAAT KURAIH GELASKU YANG DINGIN DAN BENING

AL-NEZA

Do'aku

Ya, Allah Dzat Yang Maha Agung!
Kusampaikan do’a ini karena aku tak tahu lagi kemana aku harus mengadu.
Kusampaikan permohonan ini karena sadarku bahwa hanya Engkau-lah Dzat Yang Maha Memberi.

Ya, Allah Dzat Yang Maha Pemurah!
Syukurku padamu takkan mampu membayar segala nikmat yang kau curahkan padaku.

Ya, Allah Dzat Yang Maha Pengampun!
Segala sujudku takkan mampu menghapuskan segala dosa dan maksiat yang telah kuperbuat.

Ya, Allah Dzat Yang Maha Mengetahui!
Segala janjiku atas penebusan dosaku takkan mampu kujalani tanpa hidayah-Mu.

Ya, Allah Dzat Yang Maha Suci!
Tiada kami layak menyebut Asma-Mu dengan linang air mata namun hati ini hanya dipenuhi kesombongan belaka. Tiada patut kami mendamba surga-Mu sedang kami menikmati gelimang dosa dan nista.

Ya, Allah Dzat Yang Memberi Keselamatan!
Tiada layak kami sebagai hamba-Mu sedang kami tak perdulikan perintah-Mu. Tiada kami layak dapatkan hak-hak kami sedang kami tiada penuhi wajib kami pada-Mu.

Ya, Allah Dzat Yang Maha Bijak!
Atas nama para manusia bejat negeri ini,
Atas nama koruptor kelas kakap hingga maling kelas teri,
Atas nama PSK hingga ABG genit pinggir jalan,
Atas nama kaum cendekia penipu rakyat hingga anak keparat tukang madat,
Atas nama penguasa sok pintar hingga kaum kasar yang tak terpelajar,

Sadarkan kami dari mimpi indah duniawi kami,
Ingatkan kami pembalasan-Mu di hari akhir nanti,
Tunjukkan hidayah dan inayah-Mu pada negeri ini,
Timpakan lebih banyak bencana pada negeri ini bila itu dapat membayar pengkhianatan kami pada-Mu, Amin.

BENING

BENING
Aku masih saja sembunyi di balik selimutku, meski adzan Shubuh menerobos telingaku. Aku juga masih mencoba memejamkan mata meski aku tak juga bisa tidur. Hatiku perih teriris-iris. Mata sembab dan masih kutahan umpatan yang tak sempat keluar itu.
“Brengsek! maunya apa tu orang?” batinku menjerit entah pada siapa.
“Olga……! Olga…….!”
Suara Desy teman sekamarku berusaha membangunkanku. Tubuhku terguncang-guncang. Kurasakan basah menembus baju tidurku yang tipis. Apa Desy tidak kedinginan sepagi ini sudah mandi? Itu hanya pikirku saja.
“Biarin aja lah, Mbak Des!” suara Twiky, teman sekamarku yang lain. “Lha wong dia sudah gedhe, mestinya sudah tahu yang namanya kewajiban dan tanggung jawab.” Kudengar lamat-lamat suara langkah kaki keluar kamar.
“Cepat bangun!” suara Desy lembut. Dia masih duduk di ranjangku. Aku makin meringkuk dalam selimutku. Desy masih berusaha mengatakan sesuatu tapi tak kudengar dengan jelas. Aku kembali hanyut dalam mimpi.

Sepi. Semuanya telah berangkat lari pagi. Tinggal aku sendiri dalam kos-kosan kapasitas empat kamar itu. Sebenarnya kamar-kamarnya tidak begitu besar, tapi masih cukup untuk menampung tiga sampai empat orang di setiap kamar.
Suasana kekeluargaan selalu mewarnai kehidupan kami para penghuni kos-kosan. Maklum kami semua perempuan. Mungkin karena itulah kami biasa melakukan banyak hal bersama, baik dengan teman sekamar ataupun dengan penghuni kamar yang lain. Kami biasa berkumpul dan bercanda bersama, serta ngrumpi bareng di ruang tamu atau di salah satu kamar. Kami juga biasa jogging bersama di lapangan kota sambil menggoda cowok-cowok yang kebetulan jogging juga di sana. Tapi pagi itu aku tak berselera. Aku hanya melingkar di tempat tidurku.

Jam delapan baru lewat sedikit. Kudengar suara ketukan di pintu depan. Dengan malas aku bangun untuk melihat siapa yang datang. Suasana kos-kosan masih sepi. Rupanya teman-teman yang lain belum pulang. Maklum, hari ini hari Minggu. Mereka biasanya baru pulang jam sepuluhan.
Tanpa mencuci muka terlebih dahulu, aku melangkah ke pintu depan sambil mengira-ngira siapa yang bertamu.
“Essstth..” pintu terbuka dengan lesu selesu hatiku. Willy berdiri di depanku dengan sesungging senyuman. Dia teman seniorku dan juga Desy. Kami sama-sama sekolah di sebuah sekolah swasta yang, kalau boleh dikata, bernuansa agamis. Sayang, cowok dengan kualitas seperti dia harus belajar di sekolah ranking sekian di kota ini. Sebenarnya dia masih mumpuni kalau harus sekolah di institusi favorit kota. Selain dia sangat cerdas dan punya semangat belajar tinggi, perawakannya juga tegap dan gagah dengan wajah yang mendukung. Intinya, dia adalah cowok impian gadis manapun. Beruntunglah Desy. Willy telah menambatkan hati padanya.
“Pagi!” sapa Willy setelah pintu terbuka sepenuhnya.
“Pagi juga!” jawabku malas
“Baru bangun?”
“Ya.” Jawabku pelan, ”Ayo masuk!”
Willy mengambil duduk di sofa panjang di ruang tamu. Akupun menghenyakkan tubuhku, seolah berusaha membanting suatu beban yang menghimpit tubuhku dengan beratnya. Aku duduk bersandar di depan meja berseberangan dengan Willy. Aku menghela napas sedalam-dalamnya dan menghembuskannya dengan suara berat.
“Kenapa? Ada masalah?”
“Aku belum gosok gigi.” jawaban gila! Kenapa aku bisa sebegitu tolol mengatakan hal memalukan itu? Meski aku tahu sebenarnya dia bukan sedang mencariku, tapi malu juga aku akan kekonyolanku. Dengan menahan malu aku segera bangkit dari dudukku dan meninggalkan Willy begitu saja menuju kamar mandi.
Tiba-tiba langkahku terhenti di tengah lorong sempit yang diapit kamar-kamar kos-kosan itu. Aku berpaling tanpa mencari wajah Willy. Ruang tamu tempat kosku itu memang jauh di depan. Ruangnya pun agak sempit karena ukuran furniturenya yang ekstra besar. Sementara itu mulut lorong kamarnya berada agak ke samping. Tak seorangpun yang mungkin bisa melihat apa yang terjadi di dalam lorong tanpa berdiri tepat di ujungnya.
“Oh ya!..” suaraku sedikit berteriak “…Desy keluar jogging. Tunggu saja! Sebentar lagi juga datang. Kalau mau kopi, es atau teh bikin saja sendiri. Aku mau nerusin tidurku.” Aku berbelok masuk ke kamarku di pintu ke dua di sebelah kananku. Aku mungkin sudah lupa kalau aku tadinya ingin ke kamar mandi.

Dalam aku meneruskan mimpi yang tiada indah setelah kedatangan Willy, sebuah hantaman sepatu mendarat tepat di ubun-ubunku.
“Brengsek!” sebuah umpatan membantuku mengais kesadaranku yang masih setengah-setengah.
“Heh! Kamu itu memang goblok, tolol atau benar-benar nggak tahu tata krama, sih? Ada tamu bukannya ditemui, malah dibiarkan berkeliaran seenaknya. Tahu tata karma nggak sih, Kamu?” ternyata hanya Twiky yang dengan bersungut-sungut melempar sepatunya yang sebelah lagi ke sudut kamar. Tubuhnya masih basah oleh keringat setelah jogging sepagian tadi. Kaos joggingnya pun masih basah dan mengeluarkan bau yang mungkin oleh sebagian orang dianggap tidak menyenangkan.
Tapi aku tidak merasa kalau Desy juga sudah pulang. Atau mungkin dia masih menemui Willy di ruang tamu.
“Aku tahu kamu sedang ada masalah tapi itu bukan alasan untuk tidak memperhatikan hal-hal yang lain.” lanjutnya. “Lain kali jangan biarkan lagi tamu bikin minuman sendiri! Ngerti?” Twiky menjatuhkan diri duduk di tempat tidurku. Aku mencoba bangkit dan duduk di sebelahnya sambil mengusap-usap mataku yang sebenarnya tidak bermasalah.
“Kamu itu kenapa sih, Non? Pagi-pagi sudah jutek. Pakai bergaya seminar, sok menceramahi orang bangun tidur soal tata karma segala. Basi tahu nggak?” ujarku malas. “Kamu sendiri sadar nggak, kalau mukul kepala orang, apalagi pakai sepatu itu jauh lebih tidak sopan?” balasku.
“Biar!” ucapnya ketus.
Dengan kemalasan yang sama saat Willy datang, aku melangkah keluar kamar. Kususuri lorong menuju kamar mandi yang ada di sebelah kiri ujung paling belakang. Teman-teman kosku yang lain rupanya juga sudah pulang. Aku tak menyahut saat di antara mereka bertanya tentang keributan yang baru terjadi di kamarku.

Malam mulai beranjak gelap. Masih jam setengah tujuh. Adzan isya’ belum berkumandang. Hanya suara anak-anak remaja sebayaku, dan mungkin juga beberapa teman kosku, yang melantun merdu melagukan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Sebenarnya tak pantas aku menyebut nama kitab suci itu karena aku sendiri jarang sekali memegangnya, apalagi membacanya dengan nyanyian semerdu suara yang tengah kudengar.
Entah kenapa tiba-tiba tubuhku terasa menggigil. Jikalau hanya karena air dingin bak mandi dimana aku kini tenggelam, tak mungkin sedingin ini. Mungkin karena hal lain. Tapi kucoba tenangkan hati dengan berpikir kalau aku kedinginan karena mandi terlalu malam.
Di depan cermin ukuran setengah meter kali setengah meter di dinding kanan kamar aku berdandan. Aku sudah mengenakan celana jeans yang kupadukan dengan T-shirt pink. Rambutku sengaja kubiarkan terurai hingga menutupi pundakku. Kusapu pipiku dengan sedikit bedak.
“Mau kemana?” peluk Desy dari belakang. Kadang itulah yang membuatku tahu kalau dia masih peduli padaku. Kulihat wajahnya di cermin. Dia terlihat sangat cantik meski tanpa make up sesaputpun. Dia masih mengenakan mukenanya yang sedari maghrib tadi dia pakai. Kilau jernih mukenanya semakin menambah kecantikan dan kedewasaannya meski sebenarnya dia masih satu sekolah dan satu kelas pula denganku. Mungkin itu pula yang membuat hati Willy luluh padanya.
“Aku mau pergi keluar. Aku ingin mencari ketenangan.” sambil terus kusapu wajahku dengan bedak .
“Tidak!...” Desy menggenggam kedua tanganku dan menatap wajahku di cermin. “…Ketenanganmu ada di sini, bukan di luar sana.” kurasakan hembusan nafasnya di telingaku. Aku tahu kalau dia ingin mencegahku untuk pergi.
“Aku tahu kalau kemarin malam kamu tidak bisa tidur. Aku dengar isakmu.” Desy terhenti menunggu reaksiku. Aku berhenti menyapu wajahku. Kutatap wajah Desy dalam cermin. Kulihat mimik serius dalam tatapannya.
“Olga…” dia beranjak untuk kemudian duduk di ranjang di tengah kamar, “…menangis dalam kesendirian bukan jalan keluar dalam menyelesaikan semua permasalahan. Apakah kau sudah melupakan aku? Melupakan Twiky?”
Aku berbalik untuk menatapnya dan memahami apa maksudnya. Namun seketika aku temukan wajahnya, aku tertunduk lesu seolah tak punya daya untuk membalas tatapannya yang lembut namun terasa begitu tajam menusukku. Desy, figure seorang kakak perempuan yang lama kurindukan karena sebenarnya aku memang tak punya kakak perempuan. Pada momen seperti inilah aku sering memimpikan kalau dia adalah kakak perempuanku sendiri. Namun mampukah aku menghadapinya untuk mempertanggung jawabkan semua kenakalanku selama ini sebagai seorang adik? Aku hanya mampu terdiam.
“Daripada kau pendam sendiri,…” Desy makin serius, “Twiky, apalagi aku sendiri sebagai seorang sahabat, tidak ingin kau menyiakan hidup dan kehidupanmu dengan meratapi masalah. Apalagi masalah itu sampi membuatmu lupa akan kewajibanmu.” jelas Desy. Aku menunduk semakin dalam.
Dengan tiba-tiba dan tanpa sadar tangisku telah menghambur dalam pangkuan Desy. Dengan lembut dia membelai rambutku.
“Aku telah dikhianati, Des.” Lirihku dalam tangis.
“Christ?” tanya Desy mencoba menebak.
“Ya.” kulepaskan pelukanku. Aku menengadah ke wajah Desy. Tangannya yang hangat menyentuh pipiku, menghapus air mataku.
“Christ mendekatiku cuma untuk taruhan dengan Troy.” Airmataku kembali leleh membasahi tangan Desy.
“Sudahlah…” Desy mencoba menenangkanku, “…Kesalahan ada pada dirimu dan pada Christ. Kamu itu terlalu mudah terbujuk rayuan gombal. Lain kali jangan mudah percaya dengan kata-kata manis pria. Mereka itu makhluk opportunis. Suka mencuri kesempatan dalam keadaan apapun.”
“Tapi,…” aku terisak “…bagaimana caramu bertahan dengan Willy? Jika memang cowok adalah makhluk rendahan?” aku berusaha protes.
“Kami bisa bertahan karena kami sudah saling pegang kunci masing-masing kepribadian. Willy terbuka dan memberiku kepercayaan, begitu pula sebaliknya.”
“Terus…” aku mencoba memahami penjelasannya, “…aku harus berbuat apa?” tanyaku.
“Untuk kasusmu, yang terpenting bukanlah meratapi jatuhnya dirimu, tapi seberapa cepat kau bangkit untuk melanjutkan hidupmu. Carilah pijakan yang lebih kokoh untuk dirimu berdiri.” Semakin dalam dia menatapku.
“Sekarang lebih baik kau lupakan Christ. Seandainya dia ingin memperolokmu lagi, jangan kau dengarkan. Anggap dia tengah memperingatkanmu akan kekuranganmu dan itu adalah salah satu cara mengkoreksi diri.” betapa dewasa petuahnya.
“Aku ingin membalaskan sakit hatiku ini, Des!” bisikku lirih.
“Jangan!” cegah Desy. “Maafkanlah Christ. Kelak dia sendiri akan merasakan karmanya. Yakinlah itu!” dari tatapannya, aku tahu kalau dia serius tentang ucapannya. Kata-kata Desy itu sedikit membuatku tenang. Isakku sedikit berkurang.
“Sekarang, sebaiknya kau jangan pergi kemana-mana dulu. Hapus bedakmu itu, yang mulai luntur karena tangismu.” Usapnya pada pipiku diiringi adzan Isya’. Suara pengajian remaja di musholla tetangga rupanya telah selesai.
Desy bangkit.
“Setelah itu kamu ganti baju dulu kemudian ambil wudlu. Kita sholat sama-sama.” Ajak Desy dengan lembut.
Selang belasan menit kemudian, aku telah duduk bersimpuh di lantai kamar dengan beralaskan karpet kecil yang kira-kira hanya cukup untuk diriku sendiri. Aku mengenakan pakaian putih yang disebut mukena. Di depanku, ada Desy dengan pakaian dan posisi duduk yang sama. Hening. Hanya suara Desy yang sedikit berbisik yang kudengar. Tangannya tengadah, seolah memohon akan sesuatu. Ya! Dia memohon pada Nya ampunan, petunjuk, kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi berbagai cobaan hidup. Tak lupa akupun mengikuti do’anya dengan menambahkan permohonan akan terang dan tenangnya bathinku.***

Ide : K. Lail
Pengembang : Al-Neza the Landax

Mantup, 2007

AFTER THE PARTY

“Mas! Bangun, Mas! Sudah siang, nih!”
Aku menggeliat panjang dalam selimut. Kepalaku terasa pening seperti akan meledak. Seluruh tulang punggungku bergemeretak. Dengan malas kubuka mata yang silau oleh sinar matahari pagi yang ternyata telah melongok dari jendela sebelah kiri tempat tidurku.
“Aku pergi dulu, ya?” Kudapati asal suara itu tengah berdiri membelakangiku di depan cermin besar yang menempel di ujung lain kamar itu.
“Ambilkan aku obat sakit kepala dulu!” pintaku seraya menarik diri untuk sekedar bersandar di atas bantal.
“Ada di nampan sarapan di samping Mas.” Jawabnya tanpa menoleh.
“ Tadi sudah aku pesankan pada room service waktu Mas masih tidur.” jelasnya.
“Mau kerja lagi?” tanyaku sambil memungut dua butir aspirin dari nampan yang dia maksud. Dengan gerakan cepat aku tenggak dan kugelontor dengan setengah gelas air putih yang tersedia di tempat yang sama.
“Bukannya ini masih liburan? ‘Kan masih tahun baru?” aku melanjutkan. Dari belakang aku hanya bisa melihat rambut panjang hitamnya terurai tak karuan dan kulit bahunya yang halus kuning langsat. Tank top dan rok mini hitamnya memamerkan posturnya yang tinggi semampai dan padat.
“Yang libur hari ini ‘kan yang kerja kantoran.” Dia membalikkan badan dan memandangku tegap. Aku baru tersadar betapa cantiknya dia. Wajahnya bersih meski tidak terlalu putih. Eksotik, kata orang. Matanya bercahaya indah, hidungnya mungil dan ramping, bibirnya tidak terlalu tebal dengan rona pink alami. Dengan segera peningku mereda. Bukan karena pil-pil tadi, tapi lebih karena aku tengah menikmati kecantikan dan keindahannya.
“Kalau buat aku dan teman-teman yang lain, liburan artinya waktu untuk kerja keras. Mas ‘kan harusnya tahu itu!” Dia melangkah ke tempat tidur. Dari tepi tempat tidur, dia mendekatkan wajahnya padaku. Senyumnya merekah manja.
“Masa liburan seperti ini, tamu-tamu kami jadi semakin banyak. Mas bisa mengerti itu, ‘kan?” semakin dalam dia mendekat. Kali ini ke arah telinga kiriku.
“Mas semalam memang sulit sekali dijinakkan!’ bisiknya.
Belum lagi aku memahami apa maksud bisikannya, sebuah gigitan lembut menyambar leherku dan membuatku mengerang karena geli. Sesaat kemudian kamipun berguling-guling di tempat tidur. Namun itu tidak berlangsung lama karena secepat dia memberikan gigitannya, secepat itu pula dia menarik diri dari rengkuhanku.
“Sudah, Mas!” sergahnya seraya kembali berdiri dan beranjak dari tempat tidur.
“ Kalau masih pingin lagi, nanti malam saja! Mas tahu dimana harus mencari saya, ‘kan?” dia merlangkah ke pintu kamar. Sejenak dia terhenti untuk memungut jaket dan sepatu yang teronggok di lantai depan pintu. Sambil melangkah tertatih dia berjuang untuk mengenakan sepatunya. Sebuah bantingan di pintu mengiringi kepergiannya.
Pening kembali menghantam kepalaku. Belum lagi kugenapkan ingatanku atas apa yang kualami tadi malam, suara ringtone handphone memburuku. Kuarahkan pandangan ke seluruh ruangan, tak juga kudapati benda asal suara itu. Tanganku meraba-raba dan meraih sesuatu di balik selimut yang sedari tadi menutupi tubuhku. Setelah pencarian panjang, akhirnya kutemukan juga handset yang telah mengelitiki punggungku dengan getarannya.
“Donita?” bisikku pada diriku sendiri saat membaca ID si penelepon di layar handset itu. Dengan segera kutekan tombol jawab dan kuarahkan speakernya ke telingaku . . .
“ . . . Mas Har! Sampiyan semalam kemana saja? Pesta di diskotek mana? Nginap di hotel mana? Tidur sama siapa? . . . “ teriakan dari ujung lain.
‘ . . . Kau anggap aku ini apa? Bukannya bulan depan kita mau nikah, Mas . . ?”

Mantup, 01-01-2008
B@dB0y